Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Satya W. Yudha menyatakan, batalnya kenaikan harga BBM subsidi mengharuskan pemerintah mencari jalan lain untuk menekan subsidi BBM agar tidak membengkak dan salah sasaran ke orang mampu.
"Dengan diundurnya kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah harus melakukan opsi-opsi untuk menekan konsumsi BBM subsidi. Termasuk mencegah migrasi mobil mewah dari pertamax ke premium. Ini harus segera diantisipasi, misalkan mobil mewah harus pakai BBG dan bensin non subsidi," kata Satya kepada detikFinance, Rabu (4/4/2012).
Dikatakan Satya, pemerintah harus mengambil tindakan penghematan yang tepat sehingga penyaluran subsidi BBM memenuhi syarat keadilan untuk masyarakat yang berhak mendapatkannya.
"Imbauan harus diberikan kepada masyarakat agar volume BBM subsidi tidak melonjak. Memang dengan tingginya harga pertamax (Rp 10.200) tidak terhindarkan migrasi besar-besaran (dari pertamax ke premium). Tapi sebenarnya mobil mewah yang pindah ke premium ini punya risiko ke mesinnya," tutur Satya.
Satya mengatakan, DPR telah sepakat menunda kenaikan harga BBM subsidi. Namun dalam rangka mengatasi tingginya subsidi BBM akibat membumbungnya harga minyak dunia, harus ada langkah mengontrol subsidi. Saya setuju dengan rencana pemerintah mengeluarkan aturan pengontrolan subsidi ini," jelasnya.
Pemerintah menurutnya tidak bisa membiarkan begitu saja keuangan negara terbuang percuma untuk memberikan subsidi kepada orang yang tidak tepat. "Dengan harga minyak sekarang sudah US$ 120 per barel, harga keekonomian premium Rp 8.500 per liter. Jadi ada sekarang subsidi pemerintah naik menjadi Rp 4.000 per liter," tukasnya.
Dalam APBN-P 2012, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp 225 triliun dengan rincian subsidi BBM Rp 137 triliun, subsidi listrik Rp 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal energi Rp 23 triliun.
Sumber: Detik
0 komentar:
Posting Komentar